Sulli/Net
Sulli/Net
KOMENTAR

KASUS bunuh diri yang dilakukan oleh bintang K-pop Sulli di dalam rumahnya awal pekan ini memicu banyak reaksi geram di sosial media. Hal itu dikarenakan Sulli meninggal karena depresi karena mengalami perundingan online atau cyberbullying.

Semasa hidupnya, Sulli yang merupakan mantan anggota girlband f(x), aktris dan juga public figure yang lantang mendukung gerakan tanpa bra itu pernah beberapa kali mengungkapkan perjuangannya dengan depresi karena komentar-komentar jahat yang dia terima.

Sebelum kematiannya pada usia yang masih sangat muda yakni 25 tahun, Sulli, yang nama aslinya adalah Choi Jin-ri juga lantang menyuarakan penentangan akan penindasan dunia maya.

Kematiannya di usia yang sangat muda itu memicu keprihatinan publik. Rekan-rekan serta sejumlah ahli menyoroti masalah komentar online jahat yang kerap dihadapi para seniman muda, dan bukan hanya Sulli. Hal itu dinilai berdampak buruk bagi kesehatan mental mereka.

Penampilan terakhir Sulli di depan publik sebelum meninggal dunia adalah dalam program televisi di mana bintang-bintang K-pop berbicara tentang pengalaman mereka berhadapan dengan komentar online yang jahat.

Salah seorang sahabatnya, Kwon Ji-an mengenangnya sebagai seorang yang memiliki semangat besar.

"Dia (Sulli) bukan hanya pembuat masalah tetapi saya berharap dia akan dikenang sebagai aktivis hak-hak perempuan yang bersemangat akan kebebasan, yang benar-benar dapat berbicara dalam pikirannya," kata Kwon yang merupakan seorang rekan penyanyi dan juga pelukis Korea Selatan

Kwon yang lebih dikenal dengan nama panggungnya Solbi juga pernah menjadi sasaran penghinaan di dunia maya, terutama tahun 2009 lalu ketika dia menjadi anggota kelompok K-pop Typhoon. Pada saat itu dia sempat terseret dalam skandal video seks.

Publik mengkaitkan aktor dalam video tersebut adalah Kwon, namun pada akhirnya diketahui bahwa itu bukanlah Kwon. Hanya saja tampak seperti Kwon. Akibat hal itu dia kebanjiran hujatan terutama dari dunia maya.

Kwon mengaku bahwa hal tersebut itu sempat memicu depresi hebat, fobia sosial, dan gangguan panik. Dia pun melakukan terapi dan belajar melukis sebagai cara untuk menjaga pikiran baik.

"Saya terlalu muda dan belum dewasa secara sosial untuk mencerna semua glamor dan perubahan di lingkungan, dan tidak ada pengobatan sendiri," kata Kwon.

"Lalu bagaimana Anda menanggapi semua komentar online yang kejam itu? Jika Anda menjelaskan, mereka akan menolaknya sebagai alasan, dan jika Anda berkelahi, mereka akan semakin membenci Anda," tambahnya.

Pasca kematian Sulli, Kwon lantang menyerukan perubahan dalam budaya komentar anonim di Internet. Di Korea Selatan sendiri diketahui ada portal web lokal seperti Naver dan Daum yang kerap digunakan sebagai saluran utama konsumsi berita. Portal web tersebut memungkinkan pengguna untuk meninggalkan komentar tanpa mengungkapkan nama asli mereka.

Setelah kematian Sulli, para penggemar berbondong-bondong mengangkses situs web Gedung Biru kepresidenan untuk mengajukan petisi yang mendesak pengadopsian sistem komentar online nama asli. Serangkaian RUU semacam itu sebenarnya telah ada sejak beberapa tahun terakhir namun pembahasannya tertunda di parlemen.

Tidak main-main, desakan untuk pembahasan RUU komentar online juga didukung oleh mayoritas warga Korea Selatan. Sebuah jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh perusahaan survei Realmeter yang dirilis pada hari Rabu (15/10) menunjukkan bahwa hampir 70 persen warga Korea Selatan mendukung skema tersebut.

"Kebebasan berekspresi adalah nilai vital dalam masyarakat demokratis, tetapi menghina dan melukai martabat orang lain adalah di luar batas itu," kata seorang profesor psikologi di Universitas Yonsei di Seoul, Lee Dong-gwi.

"Perlu ada hukuman yang jauh lebih keras bagi mereka yang melanggar hukum itu," tegasnya, seperti dimuat Reuters.

Data kepolisian Korea Selatan juga mendukung seruan tersebut. Pasalnya, menurut data tersebut, jumlah kasus pencemaran nama baik atau penghinaan dunia maya meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2014 hingga 2018.




Menko PMK: Mendikdasmen Harus Jadi Lokomotif Hadapi Tantangan Pendidikan di Era Disrupsi

Sebelumnya

Mendikdasmen Abdul Mu’ti: Kekuatan JK-3Ship untuk Pendidikan Bermutu, Apa Itu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News